MODEL PMD PENGUKURAN RESIKO RUMAH
TANGGA, KORPORASI/PERUSAHAAN TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN INDONESIA
(Oleh
: SR.Pakpahan, SST)
ABSTRACT
In this paper, I
propose an econometric PMD model to capture a customer risk of financial
institutions through the mechanismeffect
of 'two eyes sword' and the linkage between index indicators of financial
institutions in Indonesia. To this end, I employed a PMD Analysis with an estimation approach using
the precaution of placement of instruments and the ranking of instruments
according to the magnitude of the risks it causes.
Since the row PMD1
explains the highest variation of the dataset, the higher r obs value PMD1 the larger the customer
risk as well as the bigger weights of r
obs value PMD1 the larger the customer risk. The bigger increase of
customer risk the more likely a banking financial crisis would be occuring in
the near future.
Based on my model, when
the r obs value PMD1 reach 24,30 or the
weights of r obs value PMD1 achieve
the level of 375,73 , they are parameters of unfavorable signal that customer
risk is more tightly and banking financial crisis is likely to take place in
the next few months. At this point, Bank Indonesia and FKSSK are supposed to
take mitigation responses immediately.
JEL classification: C38; C58; G01;
G21; G23
Keywords: Customer risk;
Financial Institution index; Index of economic indicators, Two Eyes Sword
Principal, r
obs
values; Correlations
|
I.
LATAR
BELAKANG
Pengalaman
masa lalu perekonomian lembaga keuangan yang mengalami rush perbankan nasional
oleh sebab rumah tangga dan atau korporasi/perusahaan menarik dana yang
disimpannya di bank secara besar-besaran, hal ini terjadi karena lembaga
keuangan tidak lagi dipercayai oleh masyarakat, kinerja lembaga keuangan
menurun/tidak berkualitas, ketidak mampuan likuiditas bank untuk memenuhi
kewajibannya, pembentukan modal (capital) dan asset bank tidak terpenuhi, dan
tidak mampu memobilisasi dana untuk investasi dan menyediakan fasilitas system
pembayaran untuk pembiayaan aktivitas komersil.
Dalam
konteks sistem perbankan, rush didefenisikan sebagai
penarikan dana yang tersimpan di bank secara besar-besaran oleh para debitur
(nasabah bank). Dampak negatif rush pada lembaga keuangan akan
menyebabkan terganggunya peran lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi. Intermediasi
keuangan ini, seperti pengalihan dana dari penabung (ultimate lenders) kepada peminjam (ultimate borrowers) akan terganggu. Proses intermediasi lembaga
keuangan akan terganggu dalam hal proses membeli sekuritas primer (saham,
obligasi, commercial paper, perjanjian kredit dan sebagainya) yang diterbitkan
oleh unit defisit dan dalam waktu yang sama lembaga keuangan mengeluarkan
sekuritas sekunder (giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito,
polis asuransi, reksa dana dan sebagainya) kepada penabung atau unit surplus.
Penarikan
dana secara besar-besaran oleh debitur dikatakan rush dapat disebabkan oleh informasi asimetris yang mendorong kurangnya
kepercayaan yang mendasar olel masyarakat terhadap perbankan. Ketika debitur
dan pihak bank menandatangani kontrak, tidak dapat secara independen mengamati
hasil yang sama dari biaya yang sama, ada kemungkinan pihak yang satu
menyembunyikan fakta, dan dengan melakukan hal tersebut mendorong pihak lain
untuk melakukan keputusan berbeda dengan keinginannya (Harper darn Ecihberger,
1997, 244). Lembaga Keuangan bertujuan meningkatkan tingkat kepercayaan antar
pihak dengan mendesain kontrak-kontrak untuk mengurangi masalah insentif yang
paling mendasar. Dalam hal ini, “intermediasi merupakan respon terhadap
mekanisme berbasis pasar yang secara efisien menyelesaikan problem informasi”
(Bhattacharya dan Thakor, 1993,14).
Contoh lain adanya penutupan beberapa bank seperti pencabutan izin usaha Bank
IFI di tahun 2009 karena ketidak mampuan bank tersebut membenahi permasalahan
yang dihadapi. Saat krisis moneter tahun 1997 ada 16 bank ditutup, diikuti 38
bank di tahun 1999. Pada tahun 2004 Bank Dagang Bali dan Bank Aspac di
likuidasi, dan Bank Global ditutup pada tahun 2005. Pada tahun 2009 Bank IFI,
Bank Ekspor Indonesia, dan Bank American Expres ditutup, Bank Barclays
Indonesia, dan Bank Paribas-BBD Indonesia ditutup pada tahun 2011. Bank-bank
tersebut ditutup karena mengalami kebangkrutan yang dipicu oleh beberapa
faktor, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, bank harus ditutup
kalau kinerjanya tidak baik akibat naiknya kredit macet atau aset yang
bermasalah secara signifikan. Penyebab lain
adalah bank tersebut kesulitan likuiditas karena adanya penarikan dana secara
besar-besaran dalam waktu bersamaan karena terjadinya krisis keuangan lembaga
perbankan/non bank yang menjurus bersifat sistematik (bank rush), maupun ketidak percayaan masyarakat terhadap bank
tersebut. Bisa juga bank kesulitan likuiditas karena akibat mismatch dari struktur pendanaan yang
lebih bersifat jangka pendek.
Penyebab lain penutupan bank-bank seperti yang terjadi
pada krisis perbankan periode 1997-1998 adalah banyaknya pemilik bank yang ikut
campur tangan dalam operasional bank, pemberian kredit yang tidak hati-hati,
serta praktek penyelenggaraan bank yang tidak sehat oleh bank, sehingga kurang
memperhatikan sama sekali aspek manajemen resiko, good governence, dan kehati-hatian.
Jadi jelas bahwa pemicu bangkrutnya sebuah bank bisa
datang dari bank itu sendiri maupun dari tindakan nasabah (rumah tangga dan
korporasi/perusahaan) sebagai dampak dari kondisi ekonomi yang memburuk.
Rush yang
dilakukan oleh debitur (rumah tangga/korporasi/perusahaan) akan menjadi sinyal
peringatan datangnya krisis global keuangan perbankan/non bank nasional, sebagaimana
pendapat Agus Sugiarto, Peneliti Bank Eksekutif, Ketua Tim Arsitektur Perbankan
Indonesia, Bank Indonesia.
Perrbankan
merupakan salah satu komponen penting dalam sitem keuangan. Menurut Keputusan
Menteri Keuangan RI No.792 Tahun 1990 tentang Lembaga Keuangan,adalah “Semua
badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”.
Fungsi Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik
modal dan pasar utang yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran
lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam
bentuk tabungan sehingga risiko dari para investor ini beralih pada lembaga
keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang
kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga
penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan.
Sistem
keuangan dalam suatu negara terdiri dari unit-unit lembaga keuangan baik
institusi perbankan, lembaga keuangan bukan bank serta pasar yang saling
berinteraksi secara kompleks dengan tujuan memobilisasi dana untuk investasi
dan menyediakan fasilitas system pembayaran untuk pembiayaan aktivitas
komersial. Dalam Sistem keuangan terjadi intermediasi antara yang memiliki dana
dan yang membutuhkan dana, transformasi dan pengelolaan resiko serta penemuan
harga pasar. Suatu sistem keuangan yang efisien dan kokoh adalah sistem
keuangan yang mampu memobilisasi dan mengalokasikan sumber daya yang terbatas
kepada aktivitas yang memberikan tingkat pengembalian yang optimal dan mampu
berkontribusi secara penuh dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara secara sehat,
berkelanjutan dan seimbang.
Oleh
BI atau FKSSK (Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan) merekomendasikan pentingnya instrumen untuk
mengukur suatu resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga
keuangan. Besaran resiko atau instrumen pengukur resiko itu ada sebagian besar pada
institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan
dan sebagian kecil pada lembaga keuangan itu sendiri.
Salah
satu ukuran resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan itu adalah terdapatnya
keterkaitan (korelasi) antara rumah tangga, korporasi/perusahaan dengan
berbagai lembaga keuangan. Semakin besar keterkaitan (korelasi) yang terjadi,
maka akan semakin besar resiko yang dialami rumah tangga atau
korporasi/perusahaan. Kecenderungan peningkatan korelasi terjadi di sepanjang
masa-masa sulit bila dibanding masa normal.
Peningkatan
korelasi terjadi di pasar uang maupun pasar barang & jasa. Untuk mengukur
korelasi di pasar uang digunakan indeks indikator lembaga keuangan (perbankan/non
bank), sedangkan untuk mengukur korelasi di pasar barang & jasa di gunakan
data yang bersumber dari institusi/lembaga lain seperti data BPS tentang
perekonomian/keuangan perbankan/non bank yang di indekskan (tanpa satuan).
Resiko
rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan dapat berpotensi
terciptanya krisis keuangan perbankan/non bank, yang tercermin dari penurunan (tidak
membaiknya) nilai besaran indikator perbankan dan indikator lainnya.
Sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dan menerapkan sistem perekonomian demokrasi rakyat, potensi
terjadinya resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan
Indonesia sangat besar. Karenanya, tugas melakukan pemantauan terhadap risiko
nasabah dan penciptaan sistem keuangan perbankan/non bank yang mantap dan
stabil akan menjadi sangat penting. Secara kelembagaan, Bank Indonesia (BI)
sebagai salah satu elemen dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
(FKSSK) wajib menjalankan pemantauan dan evaluasi terhadap sistem keuangan
perbankan/non bank sebagaimana diatur dalam pasal 45 Undang-Undang 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dalam konteks pemantauan dan pencegahan
risiko nasabah lembaga keuangan, BI telah mendesain suatu kebijakan
makroprudensial yang implementasinya didasarkan pada empat strategi sebagaimana
dijelaskan oleh Santoso, Besar dan Febrianti (2012, hal. 315) yaitu meliputi
(1) Pemantapan regulasi dan standar; (2) Penguatan riset dan surveillance; (3)
Peningkatan koordinasi dan kerjasama; serta (4) Jaring pengaman dan resolusi
krisis.
Untuk mendukung tugas BI dalam menjalankan pemantauan
resiko nasabah perbankan/non bank dan melakukan surveillance terhadap
sistem keuangan perbankan/non bank, diperlukan suatu model PMD (Pedang Mata
Dua) ekonometrika finansial yang dipraktiskan yang bisa mengukur tingkat resiko
rumah tangga/korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan dan sekaligus
menjadi sistem peringatan dini (early warning system) datangnya krisis
keuangan perbankan/non bank. Skenario yang diharapkan adalah ketika risiko
nasabah bisa diukur dan dimitigasi serta datangnya krisis keuangan
perbankan/non bank bisa diidentifikasi terlebih dahulu, maka BI dan FKSSK bisa
mengambil kebijaksanaan/keputusan manajemen krisis secara akurat dan sistematis
dan kerugian keuangan/perekonomian akibat krisis bisa diminimalisir.. Paradigma
inilah yang menjadi latar belakang peneliti ingin membangun dan menawarkan
sebuah model alternatif dalam pengukuran resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan
guna mengoptimalkan tugas BI sebagai salah satu komponen FKSSK dalam
menjalankan kebijakan makroprudensial terkait pendeteksian resiko nasabah
perbankan/non bank dan identifikasi krisis keuangan global. Ukuran resiko rumah
tangga, korporasi/perusahaan dalam pendekatan model PMD ekonometrika finansial
yang praktis ini adalah korelasi antara institusi rumah tangga dan
korporasi/perusahaan dengan berbagai lembaga keuangan yang ada. Model PMD ini
adalah model baru yang belum pernah ada sebelumnyaa di muka bumi. Dalam stabilitas
sistem keuangan nasional yang dalam hal ini ditangkap melalui pergerakan
instrumen institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan yaitu indeks-indeks:
1.
Suku Bunga
2.
Tingkat
pendapatan 40% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran terendah (P0)
3.
DPK (Dana Pihak
Ketiga)
4.
ITK (Indeks
Tendensi Konsumen)
5.
G (Gini Ratio)
6.
LDR (Loan to
Deposit Ratio)
7.
Kredit (K)
8.
IHK (Indeks Harga
Konsumen)
dan juga melalui pergerakan instrumen finansialnya
lembaga keuangan yaitu indeks-indeks:
1.
Suku Bunga
2.
CAR (Capital to
Asset Ratio)
3.
Tingkat pendapatan
20% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran tertinggi (P2)
4.
ITB LKeu (Indeks
Tendensi Bisnis lembaga keuangan)
5.
G (Gini Ratio)
6.
LAR (Loan to
Asset Ratio)
7.
NPL (Non
Performing Loan)
Instrumen indeks G (Gini Ratio) dan indeks Suku Bunga adalah
sebagai milik bersama institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan dan lembaga
keuangan. Instrumen indeks-indeks lainnya, seperti Instrumen P0
(Tingkat pendapatan 40% golongan penduduk berpendapatan/berpengeluaran
terendah) pada rumah tangga, korporasi/perusahaan, bersesuaian karakteristiknya
dengan instrumen P2 (Tingkat pendapatan 20% golongan penduduk
berpendapatan/berpengeluaran tertinggi) pada lembaga keuangan. Instrumen DPK
pada rumah tangga, korporasi/perusahaan, bersesuaian karakteristiknya dengan
instrumen CAR pada lembaga keuangan. Instrumen ITK pada rumah tangga,
korporasi/perusahaan, bersesuaian karakteristiknya dengan instrumen ITB lembaga
keuangan pada lembaga keuangan.
Instrumen LDR pada rumah tangga, korporasi/perusahaan,
bersesuaian karakteristiknya dengan instrumen LAR pada lembaga keuangan.
Instrumen Kredit (K) pada rumah tangga, korporasi/perusahaan, bersesuaian
karakteristiknya dengan instrumen NPL pada lembaga keuangan, Sedangkan instrumen
IHK hanya pada rumah tangga, korporasi/perusahaan, Kombinasi dan keterkaitan
antar instrumen, membentuk besarnya resiko yang terjadi.
II. Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti bertujuan khusus ingin
menawarkan sebuah model alternatif yang praktis dalam pengukuran resiko rumah tangga,
korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan kepada Bank Indonesia dan FKSSK
pada umumnya guna kepentingan tugas pemantauan resiko nasabah terhadap lembaga
keuangan Indonesia yang sekaligus menjadi model yang bisa menangkap sinyal
datangnya krisis keuangan global perbankan/non bank. Ukuran resiko nasabah dalam
pemodelan ini menggunakan pendekatan korelasi (interconnectedness) antara
institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan dengan berbagai lembaga keuangan
dalam perekonomian nasional yang dalam hal ini ditangkap melalui pergerakan
instrumen yang ada di sisi rumah tangga, korporasi/perusahaan dan juga
pergerakan instrumen yang ada di sisi lembaga keuangan itu, sebagaimana hasil
studi Universitas Guna Dharma, dalam tulisan ‘Analisis Kinerja NPL Perbankan di Indonesia Serta faktor-faktor Yang Mempengaruhinya”.
Konstruksi model PMD (ekonometrika finansial yang
praktis) yang dibangun nantinya, bisa digunakan untuk menangkap resiko nasabah
sekaligus mengukur seberapa dalam tingkat krisis keuangan perbankan/non bank
yang terjadi dalam suatu periodesasi waktu,. Pengukuran derajat resiko nasabah
dilakukan dengan melihat pergerakan instrumen indeks dalam data-set akibat korelasi yang
terjadi antara institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan dengan berbagai
lembaga keuangan dalam perekonomian yang dalam hal ini ditangkap melalui
pergerakan instrumen indeks pada institusi rumah tangga, korporasi.perusahan yaitu
indeks Suku Bunga, Tingkat
pendapatan 40% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran terendah (P0),
DPK (Dana Pihak Ketiga), ITK (Indeks Tendensi Konsumen, G (Gini Ratio), LDR (Loan to Deposit Ratio), Kredit (K), dan
indeks IHK (Indeks Harga Konsumen). Dan juga melalui pergerakan instrumen
indeks pada lembaga keuangan yaitu indeks
Suku Bunga, Tingkat pendapatan 20% Golongan penduduk berpendapatan atau
berpengeluaran tertinggi (P2), CAR (Capital to Asset Ratio), ITB
LKeu (Indeks Tendensi Bisnis lembaga keuangan), G (Gini Ratio), LAR (Loan to Asset Ratio), dan NPL (Non Performing
Loan), Ketika hasil penghitungan korelasi PMD semakin meningkat berarti derajat
resiko nasabah juga semakin tinggi dan semakin tingginya derajat resiko nasabah
ini menandakan bahwa potensi datangnya krisis keuangan perbankan/non bank juga
semakin dekat waktunya.
III.
LANDASAN TEORI
III.1. Konsep Defenisi Resiko Rumah Tangga, Korporasi/Perusahaan
Terhadap Lembaga Keuangan.
Resiko
rumah tangga korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan adalah resiko yang
terdapat pada rumah tannga atau korporasi/perusahaan sebagai nasabah bank/non
bank dalam melakukan aktivitas ekonominya baik sebagai konsumen maupun sebagai pengusaha/produsen
yang memanfaatkan/mengakses fasilitas lembaga keuangan.
Model
PMD (ekonometrika finansial yang praktis) pengukuran resiko nasabah terhadap
lembaga keuangan, bisa mengidentifikasi pada satu institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan
besar, maupun pada satu lembaga keuangan yang besar.
Resiko
rumah tangga, korporasi/perusahaan dalam konteks keterkaitan (korelasi) antara
institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan dengan berbagai lembaga keuangan
adalah resiko yang dialami nasabah oleh karena pergerakan instrumen indeks keuangan
di sisi rumah tangga, korporasi/perusahaan mengalami kemunduran, dan atau
karena pergerakan instrumen indeks keuangan di perbankan/non bank mengalami
kemunduran juga.
Pengukuran
resiko nasabah bank/non bank terlihat dari aspek keterkaitan (korelasi) dengan
menggunakan pendekatan korelasi PMD (ekonometrika finansial yang praktis).
III.2.
Konsep Indeks Indikator Pada Institusi/Lembaga
Berbagai
ragam indikator penghitungan resiko nasabah di sisi institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan,
maupun di sisi lembaga keuangan memiliki satuan
yang belum sama.
Rentang waktu (time
series) data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil data-set baik
dari lembaga keuangan maupun dari sumber pihak lain seperti dari BPS (Badan
Pusat Statistik), data ada dari tahun 2010 sampai dengan tahun berjalan. Dalam
penghitungan resiko nasabah yang menggunakan persamaan matematis nantinya, akan
menggunakan suatu tahun dasar yang sengaja dibuat sebagai awal penghitungan,
tahun dasar yang dibuat dipakai sebagai tahun awal untuk melihat pergerakan
instrumen di masing masing institusi/lembaga ke tahun-tahun berikutnya oleh
karena semua indikator instrumen telah dibuat dalam satuan yang sama yaitu
bersatuan Indeks (tanpa satuan). Tahun
dasar yang dibuat adalah tahun 2010, sehingga semua indikator/instrumen baik di
institusi maupun lembaga harus dikonversikan/diproporsikan mengacu pada indeks
tahun dasar 2010 (2010=100)..
Adapun instrumen institusi rumah
tangga, korporasi/perusahaan dan instrumen finansialnya lembaga keuangan, yaitu
indeks-indeks::
1.
Suku Bunga yang bersatuan % (Persentase), dibuat dalam
satuan Indeks
2.
Tingkat
pendapatan 40% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran terendah (P0)
yang bersatuan % (Persentase) dibuat dalam satuan Indeks
3.
DPK (Dana Pihak
Ketiga) yang bersatuan Rp (Rupiah), dibuat dalam satuan Indeks
4.
ITK (Indeks
Tendensi Konsumen) sudah dalam satuan Indeks..
5.
G (Gini Ratio) sudah dalam satuan indeks
6.
LDR (Loan to
Deposit Ratio) yang bersatuan % (Persentase) dibuat dalam satuan Indeks
7.
Kredit (K) yang
bersatuan Rp (Rupiah), dibuat dalam satuan Indeks
8.
Tingkat Inflasi
yang bersatuan % (Persentase), dibuat dalam satuan Indeks, atau lebih praktis
Inflasi digantikan dengan IHK (Indeks Harga Konsumen) yang sudah bersatuan
Indeks..
9.
Tingkat
pendapatan 20% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran tertinggi (P2)
yang bersatuan % (Persentase), dibuat dalam satuan Indeks
10. CAR (Capital to Asset Ratio) yang bersatuan %
(Persentase), dibuat dalam satuan Indeks
11. ITB LKeu (Indeks Tendensi Bisnis lembaga keuangan)
yang sudah bersatuan Indeks..
12. LAR (Loan to Asset Ratio) yang bersatuan %
(Persentase), dibuat dalam satuan Indeks
13. NPL (Non Performing Loan) yang bersatuan %
(Persentase), dibuat dalam satuan Indeks
III.3.
Struktur Konstruksi Permodelan PMD (ekonometrika finansial praktis)
Semua
indikator instrumen pada institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan dan pada
lembaga keuangan yang sudah bersatuan sama (Indeks), dapat dioperasikan
penghitungan matematis dalam mengukur resiko institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan
terhadap lembaga keuangan, dengan persamaan :
Besar kecilnya resiko
tersebut berasal dari instrumen institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan
dan atau dari instrumen lembaga keuangan. Besarnya resiko dari institusi rumah
tangga/korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan diperoleh dengan
menggunakan persamaan matematis:
Sedangkan besarnya resiko dari lembaga keuangan terhadap
lembaga keuangan itu sendiri diperoleh dengan menggunakan persamaan matematis:
IV.
METODOLOGI DAN DATA
IV.1. Metodologi
Penelitian
Metodologi
penelitian ini dibuat dalam model PMD (ekonometrika finansial yang praktis) yang
merupakan penyesuaian/penyempurnaan dengan metodologi sebelumnya oleh para
peneliti tentang resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga
keuangan, seperti Analisis NPL perbankan Indonesia serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, oleh Universitas Guna Dharma.
Penyesuaian yang dilakukan dalam metode estimasi besaran
nilai indikator-indikator lembaga keuangan yang saling terkait (berkorelasi), pada
Persamaan
yang didapat dari hasil penelitian sebelumnya:
NPL = 19,455 + 2,883 (LDR)
– 6,051 (LAR) + 1,045 (Inflasi) – 0,705 (BI Rate) –
0,262 (Kredit ) yang
diberikan
Dari
persamaan diatas diketahui bahwa LAR, BI rate dan Kredit yang disalurkan
berpengaruh negatif, yaitu LAR sebesar – 0.524, BI rate sebesar - 0.027, kredit
yang disalurkan sebesar – 0.221. Sedangkan LDR dan Inflasi berpengaruh positif
yaitu LDR sebesar 0.259 dan Inflasi sebesar 0.077. Apabila LDR naik atau turun
sebesar 1% maka NPL diharapkan naik atau turun sebesar 2,883, dengan asumsi
variabel bebas lainnya tetap. Apabila LAR naik atau turun sebesar 1% maka NPL
diharapkan naik atau turun sebesar 6,051, dengan asumsi variabel bebas
lainnya tetap. Apabila inflasi naik atau turun sebesar 1% maka NPL diharapkan
naik atau turun sebesar 1,045, dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap.
Apabila Bi Rate naik atau turun sebesar 1% maka NPL diharapkan naik atau turun
sebesar 0,705, dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap. Apabila kredit yang diberikan
naik atau turun sebesar 1% maka NPL diharapkan naik atau turun sebesar 0,262, dengan
asumsi variabel bebas lainnya tetap.
Melihat keterkaitan (korelasi) antar indikator
instrumen, untuk pengukuran resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap
lembaga keuangan menggunakan data institusi lainnya untuk instrumen rumah
tangga/korporasi/perusahaan (nasabah), yaitu Suku Bunga, Tingkat pendapatan 40% Golongan penduduk berpendapatan
atau berpengeluaran terendah (P0), DPK (Dana Pihak Ketiga), ITK
(Indeks Tendensi Konsumen), G (Gini
Ratio), LDR (Loan to Deposit Ratio), Kredit (K), dan IHK (Indeks Harga Konsumen),
dan data perbankan/non bank untuk instrumen lembaga keuangan itu sendiri,
yaitu: Suku Bunga, Tingkat
pendapatan 20% Golongan penduduk berpendapatan atau berpengeluaran tertinggi (P2),
CAR (Capital to Asset Ratio), ITB LKeu (Indeks Tendensi Bisnis lembaga
keuangan), G (Gini Ratio), LAR (Loan
to Asset Ratio), dan NPL (Non Performing Loan) dengan time series data ada dari tahun 2010 sampai dengan tahun berjalan
Dari model PMD ekonometrika finansial yang praktis dihasilkan
2 (dua) buah variabel tak bebas yang
sama bagi masing-masing institusi/lembaga, dan 5 atau 6 (enam) buah variabel bebas yang tidak sama di
masing-masing institusi/lembaga. Variabel
tak bebas yang sama yaitu G (Gini Ratio) dan Suku Bunga sebagai variabel irisan
bersama pada instrumen nasabah dan pada instrumen lembaga keuangan.
Sedangkan Variabel bebas pada institusi nasabah, tidak sama dengan pada
instrumen lembaga keuangan, tetapi variabel yang diperbandingkan akan cocok
dimasukkan dalam pengukuran resiko, ada sebanyak 5 (lima) buah variabel bebas
yang bersesuaian karakteristiknya yaitu: Tingkat pendapatan 40% Golongan
penduduk berpendapatan atau berpengeluaran terendah (P0) pada
institusi nasabah dan Tingkat pendapatan 20% Golongan penduduk berpendapatan
atau berpengeluaran tertinggi (P2) pada lembaga keuangan, DPK (Dana
Pihak Ketiga) pada institusi nasabah dan CAR (Capital to Asset Ratio) pada
lembaga keuangan, ITK (Indeks Tendensi Konsumen pada institusi nasabah dan ITB
LKeu (Indeks Tendensi Bisnis lembaga keuangan) pada lembaga keuangan, LDR (Loan
to Deposit Ratio) pada institusi nasabah dan LAR (Loan to Asset Ratio) pada
lembaga keuangan, Kredit (K) pada institusi nasabah dan NPL (Non Performing
Loan) pada lembaga keuangan, sedangkan Tingkat Inflasi (IHK) tersendiri hanya pada
institusi nasabah.
Institusi rumah tangga/korporasi/perusahaan (nasabah)
dalam dimensi 8 (delapan) memakai 1 (satu) kolom saja di masing-maing variabel,
dengan jumlah barisnya 8 (delapan). Sedangkan lembaga keuangan dalam dimensi 7
(tujuh) memakai hanya 1 (satu) kolom juga dimasing-masing variabel, dengan
jumlah barisnya 7 (tujuh). Banyaknya jumlah pemakaian baris dan kolom ini
diperoleh dari akar prinsip/filosofi PMD (Pedang Mata Dua) ekonometrika finansial
yang praktis yang telah mengalami reduksi dari sebelumnya, sebagai berikut:
Tabel 1 :
Akar
prinsip/filosofi PMD
(ekonometrika
finansial praktis)
dimensi 8 dan dimensi 7, yang tereduksi
|
|||||||||||||||||||||||||||||
Dimensi 8
(Rumah tangga, korporasi/perusahaan) Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 40% PDDK TERENDAH
|
DPK
|
ITK
|
GINI RATIO
|
LDR
|
KREDIT
|
IHK
|
||||||||||||||||||||||
Dimensi 7
(Lembaga Keuangan) Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 20% PDDK TERTINGGI
|
CAR
|
ITB
|
GINI RATIO
|
LAR
|
NPL
|
|||||||||||||||||||||||
Langkah dan tahapan estimasi
baku pengukuran resiko, dilakukan sebagai berikut:
Tahap I : Menyortir variabel masing-masing
institusi/lembaga menurut ranking kekuatan nilai variabel membentuk resiko.
Pada dimensi
8 (institusi nasabah), variabel pembentuk kekuatan resiko besar, dari urutan terbesar hingga terkecil memberi resiko,
secara berurut adalah: Suku Bunga – P0 (Tingkat
Pendapatan/pengeluaran 40% golongan penduduk berpenghasilan/berpengeluaran
terendah) - DPK (Dana Pihak Ketiga) – ITK (Indeks Tendensi Konsumen), dan variabel pembentuk kekuatan
resiko kecil, dari urutan terbesar hingga terkecil memberi resiko adalah: G
(Gini Ratio) – LDR (Loan to Deposit Ratio) – Kredit (K) - IHK (Indeks Harga
Konsumen).
Pada dimensi 7 (lembaga keuangan), variabel pembentuk
kekuatan resiko besar, dari urutan
terbesar hingga terkecil memberi resiko, secara berurut adalah: : Suku Bunga – P2
(Tingkat Pendapatan/pengeluaran 20% golongan penduduk
berpenghasilan/berpengeluaran tertinggi) - CAR (Capital to Asset Ratio) –- ITB
LKeu (Indeks Tendensi Bisnis lembaga keuangan), dan variabel pembentuk kekuatan resiko kecil, dari urutan terbesar
hingga terkecil memberi resiko adalah: G (Gini Ratio) – LAR (Loan to Asset
Ratio) - NPL (Non Performing Loan).
Variabel
pembentuk kekuatan resiko besar yang urutan terbesar pula pada masing-masing
dimensi (institusi/lembaga) dinamakan sebagai variabel tak bebas besar yaitu: Suku Bunga dan variabel pembentuk
kekuatan resiko kecil yang urutan terbesar pada masing-masing dimensi
(institusi/lembaga) dinamakan sebagai variabel
tak bebas kecil yaitu: G (Gini Ratio), kedua
variabel ini, Gini Ratio dan Suku Bunga adalah variabel irisan bersama
institusi nasabah dan lembaga keuangan. Sedangkan variabel-variabel lainnya
adalah variabel bebas, sebagai variabel pendamping di masing-masing
institusi/lembaga.
Tahap II : Memberi nilai masing-masing sel menurut
variabel besar-kecil di masing-masing dimensi (instrumen institusi/lembaga).
Batasan nilai tertinggi diberi angka 100 pada akhir
pergerakan nilai di masing-masing variabel menurut akar prinsip/filosofi PMD
yang original (belum tereduksi) sebelumnya yang memiliki 7 - 8 baris, 5 (lima)
buah kolom di.variabel-variabel pembentuk kekuatan resiko besar, dan memiliki 14 - 15 baris, 1 (satu)
buah kolom di variabel-variabel pembentuk kekuatan resiko kecil. Dan setelah
direduksi akan menjadi 8 (delapan) baris dan 1 (satu) kolom saja untuk
institusi nasabah, dan 7 (tujuh) baris dan 1 (satu) kolom untuk lembaga
keuangan, sehingga batasan nilai tertinggi pada akhir pergerakan nilai telah
berubah di masing-masing variabel menurut akar prinsip/filosofi PMD yang telah
tereduksi, seperti berikut:
Tabel 2 :
Nilai Baku
masing-masing sel variabel dimensi 8 (Institusi Rumah tangga, korporasi/perusahaan)
dan
dimensi 7
(Lembaga keuangan), yang Tereduksi
menurut Akar prinsip/filosofi PMD Sebelum
perlakuan khusus (Persentase)
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Dimensi 8
(institusi Rumah tangga, korporasi/perusahaan) yang Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 40% PDDK TERENDAH (P0)
|
DPK
|
ITK
|
GINI RATIO (G)
|
LDR
|
KREDIT
|
IHK
|
||||||||||||||||||||||||||
21,88
|
2,50
|
0,00
|
-2,50
|
6,67
|
0,00
|
-6,67
|
3,12
|
||||||||||||||||||||||||||
18,75
|
5,00
|
2,50
|
0,00
|
13,33
|
6,67
|
0,00
|
6,25
|
||||||||||||||||||||||||||
15,62
|
7,50
|
5,00
|
2,50
|
20,00
|
13,33
|
6,67
|
9,38
|
||||||||||||||||||||||||||
12,50
|
10,00
|
7,50
|
5,00
|
26,67
|
20,00
|
13,33
|
13,75
|
||||||||||||||||||||||||||
12,50
|
10,00
|
7,50
|
33,33
|
26,67
|
20,00
|
12,50
|
|||||||||||||||||||||||||||
9,38
|
15,00
|
12,50
|
10,00
|
40,00
|
33,33
|
26,67
|
15,62
|
||||||||||||||||||||||||||
6,25
|
17,50
|
15,00
|
12,50
|
46,67
|
40,00
|
33,33
|
18,75
|
||||||||||||||||||||||||||
3,12
|
20,00
|
17,50
|
15,00
|
53,33
|
46,67
|
40,00
|
21,88
|
||||||||||||||||||||||||||
Dimensi 7 (Lembaga keuangan) yang Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 20% PDDK TERTINGGI (P2)
|
CAR
|
ITB
|
GINI RATIO (G)
|
LAR
|
NPL
|
|||||||||||||||||||||||||||
21,43
|
2,86
|
0,00
|
-2,86
|
7,14
|
0,00
|
-7,14
|
3,57
|
||||||||||||||||||||||||||
17,86
|
5,71
|
2,86
|
0,00
|
14,28
|
7,14
|
0,00
|
7,14
|
||||||||||||||||||||||||||
14,28
|
8,57
|
5,71
|
2,86
|
21,43
|
14,28
|
7,14
|
15,71
|
||||||||||||||||||||||||||
10,71
|
11,43
|
8,57
|
5,71
|
28,57
|
21,43
|
14,28
|
10,71
|
||||||||||||||||||||||||||
14,28
|
11,43
|
8,57
|
35,71
|
28,57
|
21,43
|
14,28
|
|||||||||||||||||||||||||||
7,14
|
17,14
|
14,28
|
11,43
|
42,86
|
35,71
|
28,57
|
17,86
|
||||||||||||||||||||||||||
3,57
|
20,00
|
17,14
|
14,28
|
50,00
|
42,86
|
35,71
|
21,43
|
||||||||||||||||||||||||||
Tujuan
pengreduksian model PMD (ekonometrika finansial yang praktsis) ini, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik pengukuran resiko dari sebelumnya di
masing-masing variabel institusi/lembaga, tindakan/perbuatan reduksi dilakukan
terhadap hasil yang diperoleh, lalu hasil yang diperoleh tersebut direduksi
kembali terus-menerus, demikian seterusnya hingga pada reduksi terakhir akan
memperoleh satu saja hasil yang akurat pengukuran resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan
terhadap lembaga keuangan, (tingkatan hasil yang paling berkualitas), dengan
memakai persamaan matematis pada persamaan (1).
Tahap III :
Perlakuan Khusus
Perlakuan khusus dilakukan pada variabel tak bebas besar (variabel irisan besar bersama) antara
institusi nasabah dan lembaga keuangan.
yaitu: Suku Bunga di
masing-masing institusi/lembaga, dan
perlakuan khusus pada variabel bebas ranking terkecil di institusi nasabah
yaitu Inflasi (IHK). Isian sel
variabel besar Suku Bunga dibuat pergerakan menginvert nilai bakunya (big inverting
values). Dan isian sel variabel kecil IHK di institusi nasabah mendapat
perlakukan kesesuaian nilai baku (small
adjustment values) dengan dari nilai
isian sel variabel besar Suku Bunga di dimensi 8 (institusi nasabah).
Tabel 3 :
Nilai Baku
masing-masing sel variabel dimensi 8
(Institusi
Rumah tangga/korporasi/perusahaan) dan
dimensi 7
(Lembaga keuangan), yang Tereduksi
menurut Akar prinsip/filosofi PMD Setelah
Perlakuan Khusus
(Persentase)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tahap IV: Pembobotan nilai baku semua variabel
dalam agregasi/periode waktu satu tahunan.
Pengukuran bobot dalam pendekatan periode waktu secara penuh
( data 2010 – tahun berjalan) dilakukan pada masing-masing sel
variabel/instrumen institusi/lembaga, dengan tujuan mengindekskan semua satuan
variabel dalam satuan yang sama yaitu Indeks (tanpa satuan). Masing-masing
variabel memiliki nilai awal pembobotan adalah 100 (tanpa satuan) dan nilai
pembobotan berikutnya mengikuti pergerakan prosentase meningkatnya nilai resiko
di isian sel masing-masing variabel/instrumen institusi/lembaga, seperti
berikut:
Tabel 4 :
Pembobotan
Nilai Baku masing-masing sel variabel dimensi 8 (Institusi Rumah
tangga/korporasi/perusahaan) dan dimensi 7 (Lembaga keuangan), yang Tereduksi
menurut Akar prinsip/filosofi PMD Setelah Perlakuan Khusus
(Indeks)
Dimensi 8
(institusi Rumah tanggakorporasi/perusahaan) yang Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 40% PDDK TERENDAH (P0)
|
DPK
|
ITK
|
GINI RATIO (G)
|
LDR
|
KREDIT (K)
|
IHK
|
||||||||||||||
100,00
|
16,67
|
0,00
|
-16,67
|
100,00
|
0,00
|
-100,00
|
701,28
|
||||||||||||||
200,32
|
33,33
|
16,67
|
0,00
|
199,85
|
100,00
|
0,00
|
600,96
|
||||||||||||||
300,64
|
50,00
|
33,33
|
16,67
|
299,85
|
199,85
|
100,00
|
500,64
|
||||||||||||||
400,64
|
66,67
|
50,00
|
33,33
|
399,85
|
299,85
|
199,85
|
91,66
|
||||||||||||||
0,00
|
83,33
|
66,67
|
50,00
|
499,70
|
399,85
|
299,85
|
400,64
|
||||||||||||||
500,64
|
100,00
|
83,33
|
66,67
|
599,70
|
499,70
|
399,85
|
300,64
|
||||||||||||||
600,96
|
116,67
|
100,00
|
83,33
|
699,70
|
599,70
|
499,70
|
200,32
|
||||||||||||||
701,28
|
133,33
|
116,67
|
100,00
|
799,55
|
699,70
|
599,70
|
100,00
|
||||||||||||||
Dimensi 7 (Lembaga keuangan) yang Tereduksi:
|
|||||||||||||||||||||
SUKU BUNGA
|
PENDAPATAN 20% PDDK TERTINGGI (P2)
|
CAR
|
ITB
|
GINI RATIO (G)
|
LAR
|
NPL
|
|||||||||||||||
100,00
|
20,03
|
0,00
|
-20,03
|
100,00
|
0,00
|
-100,00
|
600,28
|
||||||||||||||
200,00
|
39,99
|
20,03
|
0,00
|
200,00
|
100,00
|
0,00
|
500,28
|
||||||||||||||
300,00
|
60,01
|
39,99
|
20,03
|
300,14
|
200,00
|
100,00
|
110,02
|
||||||||||||||
400,00
|
80,04
|
60,01
|
39,99
|
400,14
|
300,14
|
200,00
|
400,00
|
||||||||||||||
0,00
|
100,00
|
80,04
|
60,01
|
500,14
|
400,14
|
300,14
|
300,00
|
||||||||||||||
500,28
|
120,03
|
100,00
|
80,04
|
600,28
|
500,14
|
400,14
|
200,00
|
||||||||||||||
600,28
|
140,06
|
120,03
|
100,00
|
700,28
|
600,28
|
500,14
|
100,00
|
||||||||||||||
Tahap V : Mengukur nilai baku resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan
(nasabah) terhadap lembaga keuangan.
Nilai baku resiko nasabah (r)
diukur dengan pendekatan PMD (ekonometrika finansial yang praktis) menggunakan
persamaan matematis persamaan (1):
Nilai resiko (r) dalam satuan indeks (tanpa
satuan)
Pada masing-masing baris (baris 1 hingga baris
8) akan diperoleh hasil nilai resiko (r) berikut ini:
Baris
|
Nilai Resiko (r)
|
Tingkatan Pengukuran
|
Ke-1
|
77,81
|
I
|
Ke-2
|
179,07
|
|
Ke-3
|
276,76
|
|
Ke-4
|
375,73
|
|
Ke-5
|
190,15
|
II
|
Ke-6
|
527,57
|
|
Ke-7
|
624,69
|
|
Ke-8
|
355,62
|
III
|
Hasil pengukuran nilai resiko (r) ada 3
(tiga) tingkatan yaitu: 77,81 – 375,73; 190,15 – 624,69; dan 355.62. Ke-3
(tiga) tingkatan pengukuran beresikonya rumah tangga, korporasi/perusahaan
terhadap lembaga keuangan itu, direduksi untuk mendapatkan hasil pengukuran
yang terbaik. Hasil pengukuran yang
terbaik adalah hasil pengukuran resiko tingkatan yang pertama, sebagai
berikut:
Baris
|
Nilai Resiko (r)
|
Ke-1
|
77,81
|
Ke-2
|
179,07
|
Ke-3
|
276,76
|
Ke-4
|
375,73
|
Tahap VI : Mengukur hasil observasi nilai resiko rumah
tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan.
Nilai resiko nasabah hasil
observasi (robs) diukur dengan pendekatan data set intrumen
institusi/lembaga, menggunakan persamaan matematis berikut ini:
........................................................................................................................
(4)
Igit
= Indeks gabungan indikator terkini
robs = hasil observasi
pengukuran resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan
Nilai resiko (robs) dalam satuan indeks (tanpa satuan)
Dengan membandingkan hasil pengukuran baku
dan hasil penghitungan observasi, maka kriteria pengukuran besarnya resiko
rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan dapat dibuat dalam
5 (lima) kriteria, dengan besar skala bervariasi, semakin meningkat resiko maka
skala akan semakin menurun, berikut ini:
77,81
|
179,07
|
276,76
|
375,73
|
1.
Nasabah tidak
beresiko, bila nilai resiko hasil observasi lebih kecil dari nilai baku r = 77,81,
atau (robs < 77,81)
2.
Nasabah beresiko
kecil, bila nilai resiko hasil observasi berada antara 77,81 – 179,07, atau (77,81
≤ robs < 179,07), dengan skala sebesar 101,26
3.
Nasabah beresiko
sedang, bila nilai resiko hasil observasi berada antara 179,07 – 276,76, atau (179,07 ≤ robs < 276,76), denagn skala sebesar 97,69
4.
Nasabah beresiko
besar, bila nilai resiko hasil observasi berada antara 276,76 – 375,73
, atau (276,76 ≤ robs < 375,73), dengan skala sebesar 98,97
5.
Nasabah beresiko
pada timbulnya krisis keuangan perbankan/non bank, bila nilai resiko hasil
observasi lebih besar dari nilai baku r = 375,73atau ( robs ≥ 375,73)
IV.2. Data set Penelitian
Karena keterbatasan penulis
memperoleh data, dan bila data perbankan yang tersedia adalah:
Uraian
|
Satuan
|
Tahun
|
|
2010
|
2013
|
||
Suku Bunga
|
Persentase
|
6,50
|
7,50
|
P0
|
Persentase
|
18,05
|
16,87
|
DPK
|
Miliar Rupiah
|
2304875
|
3575891
|
ITK
|
Persentase
|
106,55
|
109,64
|
G
|
Persentase
|
0,38
|
0,41
|
LDR
|
Persentase
|
77,38
|
92,91
|
Kredit
|
Miliar Rupiah
|
1783601
|
3322683
|
IHK
(2007=100)
|
Persentase
|
120,97
|
142,18
|
P2
|
Persentase
|
45,47
|
48,04
|
CAR
|
Persentase
|
20
|
23
|
LAR
|
Persentase
|
20,8
|
21,8
|
NPL
|
Persentase
|
3
|
3.1
|
ITB Keu
|
Persentase
|
110
|
107,20
|
Karakteristik data masing-masing indikator yang ada
masih memiliki satuan yang berbeda, diolah lebih lanjut dibuat dalam satuan yang
sama, yaitu indeks (tanpa satuan) agar penghitungan resiko (robs)
dapat dioperasikan dan perkembangan atau pergerakan nilai indikator instrumen
institusi/lembaga dari tahun dasar hingga tahun berjalan penghitungan dapat
tergambarkan. Acuan tahun dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah tahun
2010 sebagai tahun dasar indeks (2010 =100), sehingga semua besaran indikator
pengukuran resiko yang bersatuan indeks, diproporsikan nilainya ke tahun dasar
2010 =100.
V.
HASIL EMPIRIS
Hasil peng-indeks-an data dalam berbagai
indikator mulai dari tahun 2010 sebagai tahun dasar indeks (2010=100) sampai
dengan tahun berjalan penghitungan menurut pergerakan masing-masing instrumen,
sebagai berikut:
Uraian
|
Satuan
|
Tahun
|
|
2010
|
2013
|
||
Suku Bunga
|
Persentase
|
100
|
115,38
|
P0
|
Persentase
|
100
|
93,46
|
DPK
|
Miliar Rupiah
|
100
|
155,14
|
ITK
|
Persentase
|
100
|
102,90
|
G
|
Persentase
|
100
|
107,89
|
LDR
|
Persentase
|
100
|
120,07
|
Kredit
|
Miliar Rupiah
|
1001
|
186,29
|
IHK (2010=100)
|
Persentase
|
100
|
117,53
|
P2
|
Persentase
|
100
|
105,65
|
CAR
|
Persentase
|
100
|
115
|
LAR
|
Persentase
|
100
|
104,81
|
NPL
|
Persentase
|
100
|
103,33
|
ITB Keu
|
Persentase
|
100
|
97,45
|
Pengukuran resiko rumah
tangga, korporasi/perusahaan terhadap lembaga keuangan, dilakukan dengan
pengamatan terhadap pergerakan indeks indikator di 1 (satu) titik indeks data
yaitu di tahun berjalan (t), dengan menggunakan rumus penghitungan
resiko hasil observasi (robs) yaitu persamaan (4).
Hasil pengukuran resiko
nasabah di tahun 2013:
r obs 2013 =
= 218,32 (Nasabah beresiko
sedang, sebab nilai resiko hasil observasi berada antara 179,0 - 276,76)
Dengan cara yang sama, dapat diukur besarnya resiko rumah tangga, korporasi/perusahaan terhadap
lembaga keuangan di suatu tahun berjalan.
VI.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
VI.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini, terdapat beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Berdasarkan
hasil baku pembobotan, di institusi rumah tangga, korporasi/perusahaan
(nasabah) pada indikator/instrumen Suku Bunga (SB) sebesar 701,28, Pendapatan 40% golongan penduduk
terendah (P0) sebesar 133,33, Dana pihak keiga (DPK) sebesar 116,67,
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) sebesar 100, G (Gini Ratio) sebesar 799,55, Loan
to Deposit Ratio (LDR) sebesar 699,70, Kredit (K) sebesar 599,70, dan IHK
sebesar 701,28. Sedangkan hasil baku pembobotan di lembaga keuangan pada indikator/ Suku Bunga
(SB) adalah sebesar 600,28, Pendapatan 20% golongan penduduk tertinggi (P2)
sebesar 140,06, Capital to Asset Ratio (CAR) sebesar 120,03, Indeks Tendensi
Bisnis lembaga keuangan (LKeu) sebesar 100, Gini Ratio (G) sebesar 700,28, Loan
to Asset Ratio (LAR) sebesar 600,28, dan Non Performing Loan (NPL) sebesar
500,14
2.
Pada
kelompok instrumen besar (atas), indikator instrumen Suku bunga (SB) adalah
instrumen yang terbesar memberikan resiko nasabah, dan instrumen ITK dan ITB
adalah instrumen yang terkecil memberikan resiko nasabah. Sedangkan pada
kelompok instrumen keecil (bawah), indikator instrumen Gini Ratio (G) adalah
instrumen yang terbesar memberikan resiko nasabah, dan instrumen IHK (Inflasi)
adalah instrumen yang terkecil memberikan resiko nasabah.
3.
Untuk
model pengukuran risiko nasabah, peneliti menemukan sekurangnya ada dua
parameter pengukuran yang bisa dijadikan threshold sebagai ukuran bagi
Bank Indonesia dan FKSSK pada umumnya untuk mengambil respon kebijakan dalam
kerangka protokol pencegahan dan penanganan krisis di masa mendatang. Kedua
paramater tersebut adalah pada waktu (a) nilai resiko observasi (r obs) sudah
menyentuh level 24,30; dan (b) proporsi resiko observasi (r obs) sudah
menyentuh level 375,73
VI.2. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa
rekomendasi kebijakan yang ditawarkan peneliti adalah:
1. Sebagai
salah satu komponen penting dalam kelembagaan FKSSK, Bank Indonesia bertugas
melakukan pemantauan terhadap risiko nasabah dalam sistem keuangan
perbankan/non bank. Guna mendukung tugas pemantauan ini, BI bisa memanfaatkan
model pengukuran risiko rumah tangga, korporasi perusahaan (nasabah) terhadap
lembaga keuangan dengan PMD Ekonometrika yang praktis ini sebagai model
alternatif yang diharmonisasikan dengan model-model yang telah dimiliki BI.
Peneliti percaya bahwa BI sudah membangun dan mempunyai model pengukuran resiko
nasabah yang kompleks, dinamis dan sistematis. Model pengukuran resiko nasabah
dengan PMD Ekonometrika yang praktis ini tidak begitu kompleks namun cukup
aplikatif karena mudah dilakukan penyesuaian dalam updating data maupun
reestimasi data.
2. Model pengukuran
risiko nasabah dengan PMD Ekonometrika yang praktis dalam penelitian ini, pada
dasarnya bisa dikembangkan sendiri oleh BI atau elemen FKSSK lainnya dengan
menggunakan instrumen/indikator-indikator keuangan lainnya seperti Indeks
Ekspetasi Konssumen (IEK) dan Indeks Kegiatan Dunia Usaha (IKDU).
3. Pada suatu
titik dimana hasil pengukuran dengan model PMD ini menunjukkan bahwa derajat resiko
nasabah terus meningkat dan berpotensi menyebabkan krisis keuangan
perbankan/non bank dalam beberapa waktu mendatang, maka Bank Indonesia dan
FKSSK harus segera mengambil respon kebijakan dalam kerangka protokol
pencegahan dan penanganan krisis. Perlu disadari bahwa pada titik ini biasanya
sudah diwarnai dengan kepanikan pasar. Karenanya, sebagai bentuk antisipasi dalam hal
terjadi kepanikan pasar, hal yang juga penting dilakukan adalah penguatan
koordinasi dan kerjasama antara berbagai pihak yang bertanggung jawab
dalam pencegahan resiko nasabah dan krisis keuangan perbankan/non bank seperti
Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), berbagai Self-Regulatory Organization (SRO)
yang ada di pasar uang maupun segenap komponen dalam pasar barang dan jasa lainnya.
4. Sejalan
dengan penciptaan model resiko nasabah dalam rangka pemantauan resiko nasabah terhadap
lembaga keuangan Indonesia sekaligus untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
perbankan/non bank, penting juga diupayakan penciptaan regulasi dalam sistem
keuangan Indonesia yang senantiasa didasari pada prinsip kehati-hatian dan
didukung dengan kajian akademis secara ilmiah dan komprehensif (research-based
policy formulation).
5. Penciptaan Undang-undang baru lembaga keuangan yang mengatur perkembangan suku bunga nominal, pemerintah
atau Bank Sentral (BI) perlu membuat suatu lembaga Otoritas Suku Bunga Nominal (OSBN) yang berfungsi dalam mengatur
perkembangan nilai suku bunga nominal perbankan/non bank yang pengelolaannya
berotoritas pada nasabah (masyarakat pengakses jasa layanan lembaga keuangan), otoritas
bukan pada bankir atau pihak pengelola dana masyarakat (bukan pada lembaga
keuangan). Otoritas bagi pihak lembaga keuangan terhadap suku bunga hanya
diberikan pada pengaturan perkembangan suku bunga riil saja.
6. Untuk lebih
praktis dalam pemantauan resiko nasabah terhadap lembaga keuangan, pihak
perbankan/non bank perlu membuat data indikator keuangan yang ada di
instansi/lembaga dalam satuan indeks (data lembaga keuangan yang di-indeks-kan),
dan tahun dasar penghitungan indeks harus dilakukan penggantian sekali dalam 7 -
8 tahun, agar hasil pengukuran resiko diperoleh lebih akurat.
7. Pada karya ilmiah
ini, batas optimal indikator instrumen di sisi nasabah adalah 8 instrumen dan
di sisi lembaga keuangan adalah 7 instrumen. Penambahan instrumen dimungkinkan
dan penambahan instrumen penghitungan yang benar harus dengan kehati-hatian
dengan menempatkan susunan yang benar masing-masing instrumen, bahwa secara
kolom dari atas ke bawah angka penghitungan resiiko harus menunjukkan resiko
yang semakin besar (tinggi), dan secara baris dari kiri ke kanan angka
penghitungan resiiko harus menunjukkan resiko yang semakin kecil (rendah) di
masing-masing kelompok indikator instrumen. Prinsip kehati-hatian penempatan
instrumen disisipkan ditengah-tengah antara instrumen suku bunga dan ITK/ITB,
dan atau antara instrumen Gini Ratio (G) dan IHK dilakukan dengan cara Rolling
Instrument.
8. Ke depan, sangatlah sulit untuk mencegah kejatuhan
suatu bank mengingat fungsi kontrol dan good
governance-nya tidak sepenuhnya di tangan bank sentral. Apa yang bisa dilakukan
adalah meminimalisasi frekuensi kejadiannya dengan berbagai kebijakan, Kebijakan
konsolidasi perbankan yang dikeluarkan BI sejak 2004 harus dilaksanakan, bank-bank
kecil yang modalnya pas-pasan lebih baik mereka dimergerkan dengan bank lain, agar modalnya lebih besar dan ketahanan
kelembagaan lebih kuat. Kebijakan lain yang perlu dipertimbangkan adalah skema
premi penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dibedakan sesuai profil
risiko atau kategori bank, seperti halnya di AS. Bank yang berisiko tinggi
tentunya membayar premi yang lebih besar dibandingkan dengan bank yang berisiko
rendah. Begitu pula bank-bank yang berkinerja baik dan berisiko rendah sudah
sepantasnya mendapatkan reward sesuai upaya mereka. Di samping itu,
pemilik dan pengurus bank yang banknya gagal dan terpaksa harus ditutup juga
perlu “diistirahatkan” dulu, mereka tidak boleh menjadi pemilik dan pengurus
bank lagi.
VII. Daftar
Referensi
a.
Artikel dalam buku yang diedit orang lain:
Santoso, Wimboh., Besar, Dwityapoetra. dan Febriarti, Primitiva. 2012.
“Pentingnya Pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan: Risiko Sistemik dan
Kebijakan Makroprudensial”, dalam Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter:
Tantangan ke Depan: Yogyakarta, hal. 301-321.
b. Artikel
dari situs WEB dan bentuk elektronik lainnya: Deasy Dwihandayani, SE. Analisis
Kinerja NPL Perbankan di Indonesia Serta faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Universitas Guna Dharma, Http://www.library,gunadarma.ac.id/repository/
view/3751814/
c.
Publikasi buku: Ir. R. Serfianto D.P., Iswi
Hariyani, SH, MH, Cita Yustisia Serfiani, SH. 2012. Untung dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik, Jakarta:
Visi Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar