TRANSGENDER & SEKSUALITAS
(Oleh : SR.Pakpahan, SST)
8 (DELAPAN) PESAN BAGI ORANG TUA YANG
MEMILIKI ANAK TRANSGENDER (WARIA)
(Oleh : SR.Pakpahan, SST)
Banyak film yang mempertontonkan
seseorang laki-laki yang memakai pakaian perempuan lengkap, make-up lengkap dan
perilaku attitude-nya persis seorang perempuan, yang membuat penonton tertawa
terbahak-bahak. Film semacam ini diangkat dari fenomena realitas kehidupan para
transgender atau waria, seperti film dokumenter “The Last Bissu” diproduksi tahun 2004 yang disutradarai oleh
seorang perempuan asal Amerika Serikat, Rhoda Grauer dan produsernya adalah Shanty Harmayn. Juga film
berjudul “Madame X (2010) yang dibuat oleh Lucky Kuswandi, film in bercerita
tentang seorang waria superhero yang memberi perlawanan terhadap ormas yang
mengatas namakan agama
Seorang peneliti bernama Dede Oetomo
dalam bukunya yang berjudul: “Memberi Suara Pada Yang Bisu” mengatakan
transgender atau waria bukanlah pengaruh budaya barat, waria sudah ada di
Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Seperti kaum Bissu di Sulawesi Selatan
yang memiliki posisi penting dalam menjaga pusaka milik suku bugis
Tansgender adalah salah satu bagian
dari LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). LGBT adalah perilaku
penyimpangan seksual. Transgender adalah penyimpangan seseorang yang
berperilaku perempuan, padahal secara fisik ia seorang laki-laki. Transgender
atau waria di Indonesia bukanlah hal tabu,. Waria bukanlah suatu hal yang
jijik, bukan sebagai bahan olok-olokan, bukanlah suatu penyakit yang
membahayakan masyarakat, sepanjang perilaku itu tidak menimbulkan kesalahan dan
dosa dalam hidup.
Agar transgender tidak disalah
gunakan dan tidak terjerumus dalam
lembah hitam, maka bagi orang tua yang memiliki anak berperilaku buruk dalam
hal penyimpangan seksual, perlu mendidik dan mengajar anak dengan benar sesuai
ajaran Firman Tuhan agar anak memiliki karakter diri yang unggul dan memiliki
kecerdasan yang komprehensif.
8
(DELAPAN) PESAN SINGKAT BAGI ORANG TUA AGAR ANAK TERHINDAR DARI PERILAKU
PENYIMPANGAN SEKSUAL
Berikut ada 8 (delapan) cara untuk
membentuk karakter unggul seorang anak, sebagai cara penjagaan
dan perlindungan yang nyata dari setiap
godaan dan pencobaan yang datang untuk merongrong diri anak, sebagai berikut:
1.
Bekali anak dengan Pengetahuan yang benar, hubungan anak
dengan orang tua yang membuat diri anak sehat dan penuh kasih.
Anak-anak yang melihat orang tua mereka saling mengasihi
dan menghormati dalam kehidupan nyata, akan dapat membuat diri anak bertumbuh
sehat dan penuh kasih, sebuah dasar telah diletakkan untuk harapan-harapan yang
realitas dan sehat di dalam kehidupan anak. Seorang ayah yang menonjolkan
keindahan sejati adalah dengan menemani istrinya di dalam rumah. Diperlukan
banyak ajaran kasih antara ayah dan ibu dan mengajari anak-anak pandangan
tentang kasih berdasarkan Firman Tuhan. Anak-anak perlu melihat hubungan ayah
dan ibunya yang harmonis penuh cinta kasih sayang. Seorang ayah dapat
memberikan sebuah pesan yang jelas tentang keindahan dan apa yang membuat anak
tertarik. Duduk bersama di ruang keluarga, membahas sesuatu hal secara bersama,
peduli kekurangan orang lain, membersihkan rumah secara bersama adalah
contoh-contoh yang indah tentang siapa yang memiliki kasih dan apa yang
berharga dari kasih itu.
2. Lingkungan rumah
yang sehat.
Semua bentuk kecanduan terhadap
kegiatan yang merangsang dan tindakan-tindakan adiktif adalah metode-metode
untuk melarikan diri. Pastikan rumah kita adalah tempat perlindungan yang
nyaman dari dunia luar/asing, dimana cinta, kehangatan, dukungan dan penerimaan
kritik yang bebas selalu diberikan kepada anak-anak. Memuji seorang anak, bukan
karena hasil akhir yang ia peroleh, tetapi memuji seorang anak karena tekad
usaha dan kerja kerasnya yang ia lakukan, akan mengembangkan kepuasan dalam
kerja keras di dalam diri anak, pada akhirnya ini akan membuat anak maju dan
berkembang mencapai kesuksesan. Ketika seorang anak dipuji karena kerja
kerasnya dan karena upayanya dalam mencapai sesuatu, akan terbentuk sebuah
karakter anak yang menemukan kepuasan dan kenikmatan dalam kerja keras.
Kemudian, ketika stres dan tantangan, atau pencobaan datang, kemungkinan anak
tidak lagi beralih kepada penolong-penolong emosional dari tindakan-tindakan
adiktif yang merusak diri anak. Tetapi jika anak merasakan rumah tidak lagi
sebagai tempat yang hangat, ramah dan menggembirakan, maka anak akan tertarik
untuk mencari perlindungan di luar/tempat lain. Dan hal-hal negatif dari tempat
kegelapan adalah pelarian yang mudah.
Rumah seharusnya menjadi tempat
pelarian, bukan sebaliknya ditinggal lari. Dalam kerangka rumah tangga sebagai
tempat perlindungan, seorang anak harus diajarkan teknik-teknik yang sehat dan
cara-cara yang membangun untuk mengatasi stres, Teknik-teknik yang beragam ini
dimulai dari tidur yang cukup dan berkualitas, diet sehat atau makanan bergizi
dan seimbang, belajar rajin, olah raga teratur, serta berdoa dan percaya kepada
kekuatan Tuhan.
3. Ajarkan kepada anak
pentingnya menahan/menolak godaaan
Budaya kerja bagi anak yang sudah
bekerja atau budaya belajar bagi anak yang masih sekolah sangat besar
pengaruhnya bagi kemajuan anak, Budaya “Belajar sekarang, bermain kemudian
(jika tidak ada lagi tugas PR yang harus dikerjakan)” adalah baik ditanamkan
bagi pertumbuhan karakter anak, dan menghindari budaya instan/budaya “Bermain
sekarang, belajar kemudian”.
Adalah sangat penting bagi
pengembangan karakter anak untuk menanamkan prinsip menolak godaan. Pengaruh
negatif ada tersedia di internet yang mengakses ke dunia maya sangat mudah,
Pengaruh negatif ada tersedia dalam pergaulan bebas/tidak benar, bila dibanding
dengan mengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan pribadi di dunia nyata
yang baik. Kegiatan yang merangsang atau tindakan adiktif membuat anak mendapat
kepuasan yang semu, anak akan tumbuh menjadi seorang yang lebih mudah menemukan
kesenangan untuk dirinya sendiri, daripada memberi cinta dan perhatian kepada
orang lain dan daripada merespon cinta yang tulus dari orang lain yang ia
terima.
Menahan godaan adalah sebuah prinsip
yang diajarkan di masa kanak-kanak saat seorang anak diajar untuk taat ketika
ibu atau ayah berkata “Tidak”. Anak-anak yang diberikan segala sesuatu yang
mereka minta akan mengembangkan karakter-karakter yang selalu berharap semua
keinginan mereka di kabulkan. Terlalu banyak orang tua mengalihkan perhatian
anak di tahun-tahun awal masa kanak-kanak anak adalah “mengalihkan perhatian”
seorang anak, bukannya mengajarkan anak untuk belajar. Kata “Tidak” adalah
salah satu cara yang paling berbahaya bagi orang tua untuk membesarkan seorang
anak, ini secara aktif mengajarkan kepuasan semu/instan. “saya tidak ingin anak
memiliki ini, jadi saya akan membujuk anak dengan sesuatu yang ia temukan
bahkan lebih menarik dan diinginkannya”, ini tidak mengembangkan kekuatan
karakter pada anak, ini hanya akan meneguhkan keyakinan bahwa ia dapat memiliki
apapun yang ia inginkan. Selanjutnya anak akan mengalihkan perhatian dan dengan
mudah merasa bosan. Seorang anak yang dibiarkan menikmati kepuasan semu/instan,
merasa bosan dengan segala sesuatu yang membutuhkan komitmen dan kerja keras,
anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang berpuas diri yang hanya mencari
kepuasan semu di semua sisi hidupnya.
4. Ajarkan anak bahwa
setiap tindakan memiliki konsekwensi
Seorang anak yang tidak pernah
diberi tanggung jawab atas apa yang dia lakukan adalah salah, anak akan tumbuh
menjadi seoraang dewasa yang tahu bagimana melarikan diri dari hal apa pun,
termasuk berbohong, dan bahkan menyalahkan orang lain karena tindakannya yang
adiktif. Hal ini akan memberikan dampak bagi setiap sisi lain dari hidup si
anak, termasuk kehidupan rohaninya.
Ketaatan diajarkan kepada anak pada
masa bayi, anak harus diajar untuk taat saat pertama kalinya mereka disuruh
melakukan sesuatu dengan nada suara yang menyenangkan. Jika tidak bisa, anak
secara aktif diajarkan untuk bebas dengan ketidak taatannya sampai Ayah
berteriak atau Ibu menghitung “dua-tiga-perempat” baru si anak mau taat.
Anak-anak yang diajarkan batas-batas
yang jelas dan wajar dan yang tahu bahwa mereka dicintai, adalah anak-anak yang
bahagia dan aman, Seorang anak manja yang tidak pernah bertanggung jawab karena
melakukan hal yang salah akan tumbuh dengan pikiran bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum
(termasuk hukum-hukum Allah) tidak berlaku baginya. Sikap mental seperti itu
adalah undangan terbuka bagi anak untuk bertindak adiktif dan berbuat kegiatan
yang merangsang.
5. Secara aktif
tanamkan nilai yang diinginkan dari anak.
Membesarkan anak diibaratkan dengan
berkebun bunga dan buah-buahan, usaha-usaha yang melelahkan bersumber dari
rumput-rumput liar yang tidak sedap dipandang, yang dengan berani membesarkan
kepala jeleknya di tanah hati anak yang subur. Masalahnya adalah jika semua
usaha yang dilakukan orang tua adalah rumput liar, hanya akan berakhir dengan
sebidang tanah kotor yang tidak subur. Untuk berkebun yang indah dan produktif,
bukan hanya sekedar menyiangi, tapi juga mengelolanya dengan keindahan kebun
yang memiliki berbagai macam bunga, sehingga penampakan yang indah dan aroma
yang wangi menarik perhatian kupu-kupu dan burung-burung. Sebuah kebun yang
produktif juga akan memiliki buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman obat-obatan
untuk dapat digunakan sebagai makanan. Namun, memiliki lebih dari sekedar
sebidang tanah kotor yang tidak subur, membutuhkan kerja keras dan perencanaan
dan secara aktif menanamkan apa yang orang tua inginkan dari anak dan kemudian
memelihara apa yang telah ditanam tersebut.
Orang tua yang memiliki anak usia 18
tahun, cenderung menginginkan anaknya menjadi anak yang sopan, menghormati
orang lain, pekerja keras, baik terhadap orang lain, melindungi orang-orang
yang lebih kecil yang lebih lemah dari dirinya. Untuk itu orang tua perlu mulai
menanamkan hal-hal tersebut di dalam karakter anak mulai dari usia dini anak
dan secara aktif mengasuh mereka saat mereka bertumbuh.
6. Memiliki
“Percakapan jujur” dengan anak
Kejujuran adalah awal untuk
mendapatkan belas kasih. Jangan pernah berbohong kepada anak, biarkan anak
bertumbuh dengan mengetahui bahwa mereka dapat selalu datang kepada orang
tuanya untuk memperoleh suatu “Kebenaran”. Jika ada sesuatu yang belum bisa
diketahui diusia mereka, orang tua dapat memberi tahu mereka bahwa pertanyaan
itu akan dijawab pada ketika usia anak sudah tepat untuk mengetahuinya.
Menolak untuk menjawab pertanyaan
anak adalah sesuatu yang sama sekali berbeda dan akan menghancurkan kepercayaan
anak pada orang tua. Bila membahas suatu hal, mulaiah dengan percakapan terbuka
yang sesuai usia anak. Jika anak tidak mendapatkan informasi benar dari orang
tuanya, mereka akan mendapatkannya dari teman-temannya dan yang pasti ini bukan
sumber yang aman untuk belajar
nilai-nilai agama/rohani. Berbicara secara jujur kepada anak, orang tua ingin
anak-anak mereka belajar nilai-nilai hidup benar dari orang tuanya, bukan dari
teman-temannya.
Dengan membentuk komunikasi terbuka,
jelaskan pada anak yang sedang bertumbuh tentang bahaya-bahaya tindakan adiktif
dan kegiatan-kegiatan yang merangsang seperti melihat pornografi. Beritahukan
kepada anak tentang bahya pornografi, jelaskan bahwa cara terbaik untuk
menghindari kecanduan negatif tersebut adalah dengan berkata “jangan pernah
mencobanya sejak awal”
7. Menerapkan
pernyataan “Komitmen” pada anak
Orang tua dapat menerapkan beberapa
pernyataan komitmen pada anak, seperti berikut:
Komitmen Pertama: Saya (anak) memahami bahwa tindakan
adiktif dan kegiatan-kegiatan merangsang adalah dosa yang dapat menghancurkan
harapan dan masa depan saya.
Komitmen kedua: Saya (anak) terbuka kepada Allah
dan akan terbuka kepada orang tua saya atas apa yang saya masukkan ke dalam
pikiran saya melalui buku-buku, film, internet, dan apa yang saya dengarkan.
Sebagai orang tua, sudah seharusnya
bertugas untuk memantau hiburan anak, jika ini tidak dilakukan, orang tua tidak
akan tahu apa yang sedang mempengaruhi anak. Konsekwensi-konsekwensi jangka
panjang karena mengabaikan peran sebagai orang tua ketika anak masih remaja
dapat membuat dia kehilangan pekerjaan, kehilangan pernikahan, dan kehidupannya
sangat tidak bahagia serta tidak berkualitas ketika anak mencapai usia dewasa.
Kebiasaan-kebiasaan yang baik diajarkan pada masa kecil anak, sebab baik atau
jahat, akan tetap bersama mempengaruhi diri anak sepanjang umurnya.
8. Mengajarkan anak
tentang pengendalian diri
Dari senua prinsip pembentukan
karakter yang ada disini, prinsip pengendalian diri adalah hal yang paling
penting. Seorang anak yang diajarkan pengendalian diri akan tumbuh menjadi
seorang dewasa yang meletakkan hukum Allah di atas keinginan pribadi, dan
kewajiban di atas kepuasan pribadi. Anak yang tidak diajarkan pengendalian diri
pada masa kecil akan dipaksakan kepada mereka ketika mereka lebih tua dengan
paksaan-paksaan dari luar.
Seorang anak remaja yang kurang
pengendalian diri dalam hal belajar dengan tekun, akan menerima nilai rapor
lebih rendah, dan kemudian memiliki peluang-peluang lebih sedikit di terima
dalam lapangan pekerjaan. Seorang anak dewasa yang kurang pengendalian diri
dalam hal melakukan pekerjaan, tidak akan mendapat promosi dalam pekerjaannya
atau ia akan langsung dipecat. Hal terburuk, seorang anak dewasa yang tidak
memiliki pengendalian diri akan berakhir di penjara, negara memaksa
pengendalian diri yang ia kurang miliki dengan menghapus kebebasannya dan
memenjarakan dia.
Pengendalian diri anak dimulai dari
bayi di pelukan ibunya. Bayi yang berusia 18 bulan (1½ tahun) yang dibiarkan
melempar dengan marah marah dan berteriak dan menendang, sedang diajarkan
kurangnya pengendalian diri dari awal. Seorang anak berusia 8 tahun yang
dibiarkan kasar kepada saudara-saudaranya ketika ia sakit dan tidak enak badan,
sedang diajarkan kurangnya pengendalian diri sejak awal. Seorang anak berusia
14 tahun yang dibiarkan menaikkan nada suaranya dan berteriak ketika marah,
sedang diajarkan kurangnya pengendalian diri dari awal.
Siapapun bisa berteriak ketika
marah. Seseorang tidak memerlukan kekuatan karakter saat kehilangan kendali.
Namun, diperlukan pengendalian diri yang sangat besar dan karakter yang kuat
untuk mempertahankan ketenangan dan pengendalian diri sesorang ketika
terprovokasi.
Gagal dalam mengajarkan pengendalian
diri adalah salah satu tindakan yang sangat merugikan yang dapat dilakukan
orang tua pada anak. Ini terbawa sampai ke dalam setiap bagian kehidupan, termasuk
kehidupan rohani. Menyerahkan kehendak kepada Allah, menolak untuk memanjakan
diri dalam perbuatan dosa ketika anda benar-benar menginginkannya, membutuhkan
kekuatan karakter yang hanya berasal dari pengendalian diri.
Para orang tua yang tidak melatih
anak-anaknya untuk mengendalikan diri, melakukan tindakan yang sangat merugikan
bagi anak-anaknya tersebut yang kelak akan membayar harga tinggi di kemudian
hari.
Mungkin anda tidak memiliki kekuatan
untuk mengatasi godaan pada diri anda sendiri. Kita semua memiliki bagian yang
membutuhkan bantuan ilahi untuk mengatasinya. Tetapi itu membutuhkan perilaku
pengendalian diri dengan memilih untuk datang kepada Tuhan untuk meminta
pertolongan ketika tergoda, daripada menyerah pada godaan yang diinginkan.
Dosa selalu pertama kali dimulai
dalam pikiran. Itu terpendam dalam imajinasi. Kemudian, ketika kesempatan
datang, godaan di luar bertemu dengan kerusakan di dalam dan orang tersebut
jatuh ke dalam dosa. Ini bisa terjadi karena kurangnya pengendalian diri.
Salah satu pekerjaan terbesar anda
sebagai orang tua adalah menanamkan pada anak-anak anda prinsip-prinsip
pengendalian diri. Anak tidak pernah bisa mencapai sosok seorang pria sejati di
dalam Allah selama ia diperbudak oleh keinginan-keinginan yang berubah-ubah
dari sifat lemahnya.
Ketika manusia mendapat bagian dari
sifat ilahi, kasih Tuhan akan menjadi prinsip yang bertahan di dalam jiwa, dan
dirinya dan kekhasannnya tidak akan dipamerkan. Tapi sangat menyedihkan melihat
orang-orang yang harus menjadi bejana-bejana demi kehormatan, terlibat dalam
pemuasan sifat yang rendah, dan hidup di jalan yang dikutuk hati nurani.
Kerusakan di dalam bersatu dengan kerusakan di luar, dan manusia yang mengaku
beriman dan ber-Tuhan, jatuh ke tingkat yang rendah, selalu berduka atas
kekurangan mereka, tetapi tidak pernah mengatasinya, dan luka memar iblis ada
di bawah kaki mereka. Rasa bersalah dan kecaman terus meliputi jiwa, dan
seolah-olah ingin berteriak, "Aku manusia celaka! Siapakah yang akan
melepaskan aku dari tubuh maut ini?" Melalui kegemaran dalam melakukan
dosa, penghargaan terhadap diri sendiri hancur; dan ketika itu hilang,
penghargaan terhadap orang lain berkurang, karena kita berada di bawah kesan
bahwa orang lain jahat sama seperti diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar